Kecerdasan seseorang bisa dilihat dari perbuatannya. Keilmuan seseorang bisa dilihat dari pembicaraannya. Dan keimanan seseorang bisa dilihat dari kejujurannya.(pepatah)

filosofi mengajar matematika dari Jepang

Di Jepang ada seorang guru matematika pemilik bimbingan belajar, bernama Tetsuya Miyamoto, yang berbangga telah berhasil mengantarkan anak-anak bimbelnya masuk ke SMP-SMP swasta yang paling sulit ujian masuknya dan paling ketat persaingannya. Anak-anak itu diterima menjadi murid bimbelnya bukan berdasarkan kecerdasan, melainkan urutan mendaftar lewat faksimili. Bisa dibilang, Miyamoto menyulap anak-anak itu menjadi cerdas hanya karena masuk bimbelnya. Apa rahasianya ?
Filosofi pengajaran matematika yang diterapkannya dia jabarkan dalam seri buku-buku Kyouikuron, the art of teaching without teaching.


Metode Miyamoto sebagai berikut:

  1. Tidak ada pe-er, tidak ada jam les tambahan;
  2. Tidak bisa mengerjakan soal, tidak dimarahi, bisapun tidak dipuji;
  3. Pelajaran berlangsung sangat cepat;
  4. Tidak dalam suasana bersantai-santai, anak-anak dituntut konsentrasi penuh;
  5. Dalam matematika, pertama harus ada minat, kedua harus pakai otak, mesti tidak bisa mengerjakan soal, tidak apa-apa karena anak pasti jadi semakin pintar dengan terus memakai otak;
  6. Penjelasan Guru Miyamoto tidak terinci, hanya bisa dimengerti anak yang sudah bisa mengerjakan sendiri, anak yang tidak bisa mengejar pelajaran sendiri, tidak diizinkan bertanya pada guru sama sekali !
  7. Sampai kelas 3 SD, tidak ada anak-anak Jepang yang benci matematika karena yang diutamakan adalah “metode coba-coba atau trial and error”, jika metode ini diteruskan selamanya, Miyamoto yakin anak akan pintar dan tidak benci matematika
  8. Dalam belajar dan mengajar matematika, ada dua cara: pertama, “metode hapalan urutan cara“, dan kedua, “metode coba-coba“. Kemampuan akademik matematika tidak bisa tumbuh dengan “metode hapal urutan cara”.

Menurut Miyamoto, anak-anak akan tumbuh kemampuan akademik matematikanya jika dibiarkan saja belajar sendiri, tidak perlu diajari. “metode coba-coba” adalah metode belajar alamiah, menggairahkan semangat belajar, penuh penemuan baru, kekagetan dan kepuasan berpikir bagi anak-anak. Dengan metode coba-coba, anak-anak dan orang tua tidak stres, karena anak berinisiatif sendiri, dengan menggunakan insting alamiahnya untuk mempelajari sesuatu. Anak akan tetap suka matematika. Kelemahannya adalah: terlalu makan waktu, Namaun, menurut Miyamoto, waktu bukan masalah jika tujuannya memupuk logika matematika yang sesungguhnya.

Sebenarnya untuk memecahkan masalah soal matematika, pengetahuan yang diperlukan hanyalah bilangan bulat, pecahan, penjumlahan, pengurangan, pembagian dan perkalian bilangan desimal. Sehingga tidak perlu latihan berulang (drilling). Matematika bukanlah pelajaran untuk berhitung cepat, melainkan kemampuan menyusun angka sambil memutar otak (logika).

“Metode menghapal urutan cara” lebih banyak dipilih karena hemat waktu, apalagi jika banyak PR dan ujian lain. Tetapi metode ini berbahaya. Metode ini tidak mensimulasi otak dengan benar sehingga membosankan, cepat lupa, tidak menumbuhkan kemampuan berlogika, urutan cara lama tidak bisa diterapkan jika soal berubah sedikit saja. Sampai akhir, anak harus menggunakan metode coba-coba, bukan hapal cara. Hanya dengan coba-coba sendiri dulu sampai bisa, anak akan mengerti arti penjelasan guru, dan akan lebih terkesima saat dia diperkenalkan dengan cara yang lebih efesien.
Keyakinan Miyamoto bahwa:

  • semua anak pada dasarnya adalah cerdas dan suka belajar matematika
  • anak-anak bisa belajar dan tumbuh sendiri tanpa diajari
  • Orang tua dan guru mengganggu proses belajar anak-anak dengan penjelasan berlebihan tentang matematika dan perintah-perintah untuk belajar.
Sejalan dengan pemikiran John Holt meskipun nama Holt tidak disebut dalam buku Miyamoto.

Ar Yu ReDEY..?!