Di Jepang
ada seorang guru matematika pemilik bimbingan belajar, bernama Tetsuya
Miyamoto, yang berbangga telah berhasil mengantarkan anak-anak bimbelnya masuk
ke SMP-SMP swasta yang paling sulit ujian masuknya dan paling ketat
persaingannya. Anak-anak
itu diterima menjadi murid bimbelnya bukan berdasarkan kecerdasan, melainkan
urutan mendaftar lewat faksimili. Bisa dibilang, Miyamoto menyulap anak-anak
itu menjadi cerdas hanya karena masuk bimbelnya. Apa rahasianya ?
Filosofi
pengajaran matematika yang diterapkannya dia jabarkan dalam seri buku-buku
Kyouikuron, the art of teaching without teaching.Metode Miyamoto sebagai berikut:
- Tidak ada pe-er, tidak ada jam les tambahan;
- Tidak bisa mengerjakan soal, tidak dimarahi, bisapun tidak dipuji;
- Pelajaran berlangsung sangat cepat;
- Tidak dalam suasana bersantai-santai, anak-anak dituntut konsentrasi penuh;
- Dalam matematika, pertama harus ada minat, kedua harus pakai otak, mesti tidak bisa mengerjakan soal, tidak apa-apa karena anak pasti jadi semakin pintar dengan terus memakai otak;
- Penjelasan Guru Miyamoto tidak terinci, hanya bisa dimengerti anak yang sudah bisa mengerjakan sendiri, anak yang tidak bisa mengejar pelajaran sendiri, tidak diizinkan bertanya pada guru sama sekali !
- Sampai kelas 3 SD, tidak ada anak-anak Jepang yang benci matematika karena yang diutamakan adalah “metode coba-coba atau trial and error”, jika metode ini diteruskan selamanya, Miyamoto yakin anak akan pintar dan tidak benci matematika
- Dalam belajar dan mengajar matematika, ada dua cara: pertama, “metode hapalan urutan cara“, dan kedua, “metode coba-coba“. Kemampuan akademik matematika tidak bisa tumbuh dengan “metode hapal urutan cara”.
Menurut
Miyamoto, anak-anak akan tumbuh kemampuan akademik matematikanya jika dibiarkan
saja belajar sendiri, tidak perlu diajari. “metode
coba-coba” adalah metode belajar alamiah, menggairahkan semangat belajar, penuh
penemuan baru, kekagetan dan kepuasan berpikir bagi anak-anak. Dengan metode
coba-coba, anak-anak dan orang tua tidak stres, karena anak berinisiatif
sendiri, dengan menggunakan insting alamiahnya untuk mempelajari sesuatu. Anak
akan tetap suka matematika. Kelemahannya adalah: terlalu makan waktu, Namaun,
menurut Miyamoto, waktu bukan masalah jika tujuannya memupuk logika matematika
yang sesungguhnya.
Sebenarnya
untuk memecahkan masalah soal matematika, pengetahuan yang diperlukan hanyalah
bilangan bulat, pecahan, penjumlahan, pengurangan, pembagian dan perkalian
bilangan desimal. Sehingga tidak perlu latihan berulang (drilling). Matematika
bukanlah pelajaran untuk berhitung cepat, melainkan kemampuan menyusun angka
sambil memutar otak (logika).
“Metode
menghapal urutan cara” lebih banyak dipilih karena hemat waktu, apalagi jika
banyak PR dan ujian lain. Tetapi metode ini berbahaya. Metode ini tidak mensimulasi
otak dengan benar sehingga membosankan, cepat lupa, tidak menumbuhkan kemampuan
berlogika, urutan cara lama tidak bisa diterapkan jika soal berubah sedikit
saja. Sampai
akhir, anak harus menggunakan metode coba-coba, bukan hapal cara. Hanya dengan
coba-coba sendiri dulu sampai bisa, anak akan mengerti arti penjelasan guru,
dan akan lebih terkesima saat dia diperkenalkan dengan cara yang lebih efesien.
Keyakinan
Miyamoto bahwa:
- semua anak pada dasarnya adalah cerdas dan suka belajar matematika
- anak-anak bisa belajar dan tumbuh sendiri tanpa diajari
- Orang tua dan guru mengganggu proses belajar anak-anak dengan penjelasan berlebihan tentang matematika dan perintah-perintah untuk belajar.