Kecerdasan seseorang bisa dilihat dari perbuatannya. Keilmuan seseorang bisa dilihat dari pembicaraannya. Dan keimanan seseorang bisa dilihat dari kejujurannya.(pepatah)

Lima Tngkatan Shalat

Abdul Malik bin Muhammad dalam kitabnya membagi manusia dalam lima tingkatan terkait dengan shalat.

Pertama. Mu’aqab (kelompok yang diazab), mereka adalah gologan manusia yang mengerjakan shalat, teapi salah menjalankannya dan jauh dari sempurna. Selain syarat dan rukunnya diabaikan, mulai dari pelaksanaan wudlu hingga thaharah lainnya juga tidak mendapat perhatian. Dapat dikatakan, mereka itu shalat asal-asalan. Waktu shalat sering dilaksanakan diluar waktunya, sering terlambat, bahkan sering kali tidak dilaksanakan. Merekalah yang dalam al-Quran disebut “an shalatihim sahun” orang yang lalai dalam mengerjakan shalat. Kelompok ini  juga termasuk orang yang dhalimun linafsihi, orang yang menzalimi diri sendiri.

Kedua. Muhasab (kelompom yang dihisab). Golongan ini adalah mereka yang rajin melaksanakan shalat, menjaga waktu-waktunya, demikian juga syarat, wajib, dan rukunnya. Secara lahiriah seluruh ketentuan mengenai shalat sudah dipenuhinya. Wudlunya bagus, pakaiannya menutup aurat, tidak terkena najis, menghadap qiblat, tepat waktu demikian juga semua rukun shalat tiada cacat. Sayang, satu hal yang kurang pada kelompok ini adalah kehadiran hatinya. Pada saat shalat, hati dan pikirannya tidak dijaga sehingga melayang-layang entah kemana.

Ketiga. Mukaffar ‘anhu. (yang diampuni dosa-dosanya). Setingkat lebih baik lagi adalah kelompok orang yang senantiasa menjaga batasan-batasan shalat, menjalankan sunnah-sunnahnya, sekaligus bersungguh-sungguh di sisi Allah SWT dari segala godaan nafsu was-was yang mengotori pikiran dan perasaannya. Dalam shalatnya mereka sibuk menjaga hati dan pikirannya. Mereka berkonsentrasi penuh agar setan tidak berkesempatan mencuri shalatnya.

Keempat. Mutsab. (yang diberi pahala). Tak sekedar diampuni dosa-dosanya, mereka termasuk orang yang berhak mendapat pahala yang berlimpah. Mereka ini adalah segolongan kecil orang yang aqimush-shalat (menegakkan shalat), tidak sekedar menjalankannya.  Golongan ini menegakkan shalat dengan hak-haknya, rukun-rukunnya dan hatinya tenggelam dalam menjaga batasan-batasannya. Mereka tidak membiarkan hatinya sedikitpun terlena dari segala hal yang dapat mengganggu konsentrasi shalatnya. Pada tingkatan ini seluruh anggota tubuhnya berzikir, sebagaimana firman-Nya: “sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku. Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku” (Thaha [20]:14)

Kelima. Muqarrib min Rabbihi. (yang mendekatkan diri kepada Allah). Menurut penulis buku ini, tingkatan yang paling tinggi adalah orang yang menegakkan shalat sampai pada tahap muqarrabin, yaitu orang-orang yang dekat dengan Allah. Ketika shalat, golongan ini merasa benar-benar bertemu dan berhadapan dengan Allah. Jika tidak melihat Allah, maka mereka yakin bahwa Allah melihatnya. Mereka meletakkan hatinya dihadapan Allah, merasa diawasi Allah, dan hatinya penuh dengan kedekatan kepada Allah. Dihatinya telah sirna segala was-was dan segala pikiran diluar shalat. Mereka itulah orang-orang yang disebut Nabi SAW sebagai muhsinin.

dimanakah posisi shalat kita??

Ar Yu ReDEY..?!