Sejak awal kemerdekaan, orde baru dan
sampai saat ini, di Indonesia ada kecenderungan pada sebagian ekonom yang
menganggap bahwa ilmu ekonomi bekerja sebagaimana halnya ilmu fisika : bebas
nilai dan logis. Filosofi bebas nilai dan logis yang diusung para ekonom itu
tampak pada kebijakan ekonomi yang diambil antara lain masuknya investasi
asing, industrialisasi, modernisasi, pinjaman luar negeri dan mekanisme pasar
global. Yang hasilnya adalah benefit hanya sekejap mata namun cost–nya harus ditanggung
beberapa generasi mendatang. Kebijakan ekonomi yang diambil malah tidak mampu
mengangkat derajat sosial dan kesejahteraan bangsa namun meninggalkan dampak
negatif yang biayanya tidak dapat kita hitung yaitu kemiskinan, kerusakan hutan
dan lingkungan, dekadensi moral dan meninggalkan virus yang mustahil dapat
diberantas : korupsi.
Tapi benarkah sesungguhnya
ilmu ekonomi itu bebas nilai ?, yang hanya mementingkan aspek
kuantitatif ketimbang aspek kualitatif dan hanya berorientasi pada pertumbuhan yang
tinggi. Untuk itu ada baiknya kita menelusuri teori-teori ekonomi yang menjadi
“agama” para ekonom indonesia yang terbagi dalam Klasik dan Keynesian dan
penerapan teori-teori ekonomi tersebut di Indonesia.
II. PERUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas dapat ditarik perumusan
masalah yaitu : dari ke-dua teori ekonomi, yaitu Teori Ekonomi Klasik dan
Keynesian, teori ekonomi manakah yang pernah diterapkan di Indonesia dan
bagaimanakah dampaknya bagi perkembangan perekonomian Indonesia.
III. KAJIAN TEORI
A.
Teori Ekonomi Klasik
Teori ekonomi klasik adalah pemikiran
tentang keadaan ekonomi yang benar-benar didesak oleh keadaan masyarakat
zamannya dan kemudian berusaha menyusun teori ekonomi yang dapat menolong
memberikan jawabannya, tokoh-tokohnya antara lain : Adam Smith, David Ricardo,
Thomas Robert Malthus dan Karl Marx
Teori ekonomi klasik timbul sebagai
syntesis dari analisis Karl Marx yang meramal kejatuhan sistem kapitalis yang
bertitik tolak dari teori nilai kerja dan tingkat upah. Tokoh-tokohnya antara
lain : Alfred Marshall, Leon Walras, W. Stanley Jevons dan Carl Menger.
1. Dasar Filsafat Mazhab
Klasik
Mazhab Klasik yang dipelopori oleh
Adam Smith (1732-1790) yang tercermin dalam bukunya yang diterbitkan tahun 1776
dengan judul An Inquiry into the Nature
and Causes of the Wealth of Nation dianggap sebagai ibu dari kelahiran ilmu
ekonomi. Prinsip utama dalam mazhab klasik adalah kepentingan pribadi (self interest) dan semangat
individualisme (laissez faire).
Kepentingan pribadi merupakan kekuatan pendorong pertumbuhan ekonomi dan
kekuatan untuk mengatur kesejahteraannya sendiri. Berdasarkan prinsip tersebut
para penganut mazhab klasik percaya bahwa sistem ekonomi liberal atau sistem di
mana setiap orang betul-betul bebas untuk melakukan kegiatan ekonomi apa saja
bisa mencapai kesejahteraan masyarakat secara otomatis.
Sistem ekonomi liberal, dimana campur tangan pemerintah
dalam kegiatan ekonomi sangat kecil (dapat dianggap tidak ada), menurut mazhab
klasik dapat menjamin tercapainya:
a.
Tingkat kegiatan ekonomi
nasional optimal (full employment level
of activity).
b.
Alokasi sumberdaya, baik
sumberdaya alam maupun faktor-fakto produksi lainnya di dalam berbagai kegiatan
ekonomi, secara efisien.
Dengan demikian peranan pemerintah
harus dibatasi seminimal mungkin, karena apa yang dapat dikerjakan oleh
pemerintah dapat dikerjakan oleh swasta dengan lebih efisien. Pemerintah
diharapkan hanya mengerjakan kegiatan yang betul-betul tidak dapat dilakukan
oleh swasta secara efisien, seperti di bidang pertahanan, hukum, dan
sebagainya. Esensi teori ekonomi klasik adalah bahwa : suatu perekonomian
liberal (laissez faire) mempunyai
kemampuan untuk menghasilkan tingkat kegiatan (GDP = Gross Domestic Product) yang full employment secara otomatis, yang
juga dikenal sebagai self regulating (mengatur
sendiri secara otomatis). Pada suatu waktu tertentu GDP mungkin saja berada di
bawah atau di atas tingkat full
employment, tetapi akan segera kembali ke tingkat full employment semula. Siapa yang mengatur sehingga tingkat full employment tersebut selalu dicapai
? kaum klasik mengatakan bahwa yang mengatur adalah “tangan pengendali yang
tidak kentara” atau “tangan gaib” (the
invisible hand).
2. Pasar Barang
Menurut kaum klasik, di pasar barang
tidak mungkin akan kekurangan produksi atau kelebihan produksi dalam jangka
waktu lama, sehingga selalu terjadi pasar bersih (clearing market) atau pasar dalam kondisi keseimbangan atau
ekuilibrium. Jika pada suatu waktu terjadi kelebihan atau kekurangan produksi,
maka mekanisme pasar akan secara otomatis mendorong kembali perekonomian
tersebut pada kondisi dimana tingkat produksi total masyarakat (penawaran
agregat) akan memenuhi permintaan total masyarakat secara tepat (full
employment level of activity). Pendapat ini dilandasi adanya kepercayaan di
kalangan kaum klasik bahwa di dunia nyata ini:
-
Berlaku hukum Say (Say’s Law) yang mengatakan bahwa “setiap
barang yang diproduksikan selalu ada yang membutuhkannya” (supply creates its own demand), dan
-
Harga-harga dari hampir semua
barang-barang dan jasa-jasa adalah fleksibel, yaitu dapat dengan mudah berubah
(naik atau turun) sesuai dengan daya tarik-menarik antara permintaan dan
penawaran.
Ditinjau dari segi kebijakan ekonomi,
berarti pemerintah tidak perlu melakukan campur tangan atau intervensi apapun.
Kalau terjadi resesi atau depresi (GDP menurun dan terjadi pengangguran) kita
cukup menunggu saja sampai perekonomian tersebut melakukan proses penyesuaian,
dan keadaan keseimbangan pasti akan kembali terjadi.
3. Pasar Tenaga Kerja
Kaum klasik menganggap bahwa di pasar
tenaga kerja, seperti halnya di pasar barang, apabila harga tenaga kerja (upah)
cukup fleksibel maka permintaan tenaga kerja selalu seimbang dengan penawaran
tenaga kerja. Menurut definisi, tidak ada kemungkinan timbulnya pengangguran sukarela. Artinya pada
tingkat upah riel yang berlaku di pasar tenaga kerja semua orang yang bersedia
bekerja pada tingkat upah tersebut akan memperoleh pekerjaan.
Dengan demikian, mereka yang
menganggur adalah mereka yang tidak bersedia bekerja pada tingkat upah yang
berlaku. Jadi mereka ini adalah penganggur yang sukarela. Pengangguran sukarela
itu berlangsung hanya sementara saja. Sejalan dengan proses penyesuaian dalam
pasar barang, pada saat jumlah barang berada pada posisi keseimbangan, maka
posisi full employment tercapai kembali. Pada keadaan demikian semua angkatan
kerja dapat bekerja pada tingkat upah riel yang lama.
4. Pasar Uang
Kaum klasik memiliki teori permintaan
akan uang yang cukup terkenal, yaitu teori kuantitas. Teori kuantitas mengatan
bahwa masyarakat memerlukan uang tunai untuk keperluan transaksi tukar menukar
(misal: jual beli barang dan jasa), bukan untuk tujuan lain. Menurut kaum
klasik karena uang tidak bisa menghasilkan apa-apa kecuali hanya untuk
mempermudah transaksi, maka uang yang diminta oleh masyarakat hanya sebanyak
jumlah yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk membiayai proses transaksi mereka.
Jadi, semakin banyak transaksi yang dilakukan oleh masyarakat, semakin banyak
pula uang tunai yang dibutuhkan oleh masyarakat tersebut.
Volume transaksi di dalam masyarakat
tergantung pada dua hal, yaitu : (1) volume barang/jasa yang diproduksi
masyarakat (yang diukur dengan GDP riel atau GDP pada harga konstan), dan (2)
tingkat harga umum. Semakin besar GDP diharapkan semakin banyak transaksi yang
dilakukan oleh masyarakat dan semakin tinggi harga umum semakin banyak uang
tunai yang dibutuhkan untuk menutup setiap transaksi. Jadi, penawaran uang (MS)
ditentukan oleh kebijakan moneter. Oleh karenanya, variabel ini disebut
variabel eksogen, yaitu variabel yang nilainya ditentukan oleh unsur di luar
sistem persamaan. Permintaan uang, MD = k PQ, dimana k = suatu
konstanta; Q = GDP riel; P = harga umum.
Dalam jangka pendek k tidak berubah.
Q atau GDP riel ditentukan di pasar barang, dan tingkat Q yang normal adalah Q
pada tingkat full employment. Dengan demikian Q ditentukan diluar pasar uang,
sehingga dapat dianggap sesuatu yang mendekati suatu konstanta (ditentukan
sebelumnya). Ini berarti bahwa penawaran uang tidak mempengaruhi tingkat output
nasional. Mekanisme pasar akan menyamakan penawaran uang dengan permintaan
uang, sehingga dapat ditulis dalam persamaan :
MS
= MD = kPQ
5. Pasar LuarNegeri
Di pasar luar negeri, kaum klasik
juga menganut pandangan bahwa dunia secara otomatis mengoreksi
ketidakseimbangan. Implikasi dari pandangan ini adalah bahwa suatu perekonomian
nasional tidak perlu merepotkan diri untuk menyeimbangkan neraca perdagangan
mereka dengan kebijakan-kebijakan khusus, asal saja pemerintah mau memakai
salah satu dari sistem pembayaran luar negeri di bawah ini:
a.
Sistem Standar Emas : yaitu sistem yang
memberlakukan uang dalam negeri (misalnya rupiah) dijamin dengan emas. Artinya
setiap satuan uang tersebut (misalnya satu rupiah) selalu dapat ditukar dengan
emas murni seberat x gram di Bank Sentral.
b.
Standar Kertas dan Kurs Devis yang fleksibel : yaitu sistem keuangan dalam negeri yang dapat menggunakan standar
kertas atau menggunakan uang kertas yang tidak dijamin dengan emas, dan harus
menganut sistem kurs devisa mengambang.
Asalkan semua negara memakai standar emas maka setiap
perekonomian nasional akan mempunyai suatu sistem neraca perdagangan yang dapat
mengoreksi ketidakseimbangan secara otomatis.
B.
Teori Ekonomi Keynesian
Aliran Keynesian yang dipelopori oleh
John Maynard Keynes muncul untuk mengatasi krisis yang melanda Eropa pada
1930-an pasca perang Dunia I. Pada saat itu teori klasik dan neoklasik sudah
tidak mampu lagi menjelaskan fenomena yang terjadi dan mengatasi krisis yang
dihadapi. Bukunya “The General Theory of Employment, Interest and
Money” merekomendasikan agar perekonomian tidak begitu saja diserahkan
kepada mekanisme pasar, namun diperlukan peran pemerintah dalam sistem
perekonomian, yang justru dalam teori klasik dan neoklasik peran pemerintah
diharamkan.
1.
Dasar Filsafat Teori Keynes
Inti dari ideologi Keynesianisme adalah
untuk mengatasi masalah krisis ekonomi, pemerintah harus melakukan lebih banyak
campur tangan secara aktif dalam mengendalikan perekonomian nasional. Kegiatan
produksi dan pemilikan faktor-faktor produksi masih dapat dipercayakan kepada
swasta, tetapi pemerintah wajib melakukan kebijakan-kebijakan untuk
mempengaruhi perekonomian. Misalnya, dalam masa depresi pemerintah harus
bersdia melakukan kegiatan-kegiatan yang langsung dapat menyerap tenaga kerja
yang tidak dapat bekerja pada swasta, walaupun hal ini dapat menyebabkan
defisit dalam anggaran belanja negara. Dalam hal ini Keynes tidak percaya pada
sistem liberalisme yang mengkoreksi diri sendiri, untuk kembali pada posisi full employment secara otomatis. Full
employment hanya dapat dicapai dengan tindakan-tindakan terencana, bukan datang
dengan sendirinya.
2.
Pasar Tenaga Kerja
Berbeda dengan teori klasik yang
menganggap permintaan dan penawaran terhadap tenaga kerja selalu seimbang (equilibrium)
karena harga-harga fleksibel, maka menurut Keynes pasar tenaga kerja jauh dari
seimbang, karena upah tidak pernah fleksibel, sehingga permitaan dan penawaran
hampir tidak pernah seimbang sehingga pengangguran sering terjadi. Menurut
Keynesian pengangguran bisa terjadi terus menerus dan jenis pengangguran
tersebut ada tiga macam:
a)
Pengangguran karena adanya
pergeseran tingkat oputput dari berbagai sektor dan ini bersifat sementara
(frictional unemployment).
b)
Pengangguran musiman, yang
jumlahnya tergantung dengan musim (seasonal unemployment).
c)
Pengangguran yang “dibuat”
(institutional unemployment).
Pengangguran
pergeseran (frictional) adalah pengangguran yang
disebabkan karena adanya perubahan struktur dalam ekonomi dan orang-orang
berpindah dari satu pekejaan ke pekerjaan lain. Masa transisi perpindahan
pekerjaan ini menyebabkan timbulnya pengangguran sementara. Misalnya ada suatu
industri yang tutup karena tidak efisien lagi untuk diteruskan sehingga orang-orang
harus mencari pekerjaan baru. Proses mencari pekerjaan baru memerlukan waktu
dan bahkan adakalanya pekerja tersebut harus dilatih kembali untuk memsuki
lapangan pekerjaan baru. Contoh lain adalah adanya perpindahan dari satu
pekerjaan ke pekerjaan lain dan sementara perkerjaan baru belum dapat maka
status pencari kerja tersebut adalah pengangguran.
Pengangguran
musiman disebabkan karena adanya faktor musim dari
suatu jenis pekerjaan. Misalnya di sektor pertanian ada musim puncak dimana
banyak perkerjaan dan ada pula musim senggang atau tidak ada pekerjaan sama
sekali sehingga petani menjadi menganggur dan mencari pekerjaan lain.
Pengangguran institusinal adalah pengangguran yang timbul akibat adanya kebijakasanaan pemerintah seperti upah minimum yang menyebabkan permintaan terhadap tanaga kerja berkurang. Sementara itu penawaran kerja dari pencari kerja cukup banyak sehinga timbul pengangguran.
Timbulnya ketiga jenis penganguran tersebut diatas disebabkan oleh karena tidak fleksibelnya harga-harga, termasuk harga tenaga kerja (upah) dan lambatnya reaksi rasional dari para pelaku ekonomi sehingga tidak terjadi full employment. Tidak full employment berarti akan ada orang yang tidak mendapatkan pekerjaan.
Pengangguran institusinal adalah pengangguran yang timbul akibat adanya kebijakasanaan pemerintah seperti upah minimum yang menyebabkan permintaan terhadap tanaga kerja berkurang. Sementara itu penawaran kerja dari pencari kerja cukup banyak sehinga timbul pengangguran.
Timbulnya ketiga jenis penganguran tersebut diatas disebabkan oleh karena tidak fleksibelnya harga-harga, termasuk harga tenaga kerja (upah) dan lambatnya reaksi rasional dari para pelaku ekonomi sehingga tidak terjadi full employment. Tidak full employment berarti akan ada orang yang tidak mendapatkan pekerjaan.
Teori pasar tenaga kerja Keynesian
ini cukup relevan dalam konteks pasar tenaga kerja Indonesia. Harga-harga
barang dan upah buruh tidak fleksibel kebawah, bahkan harga bisa naik tanpa
sebab yang jelas dan kalau sudah naik tidak bisa turun. Upah buruh minimum
diduga juga ikut berperan dalam mempertahankan harga yang tinggi sehinga
permintaan terhadap tenaga kerja tidak naik dan menambah pengangguran, walaupun
faktor sempitnya lapangan kerja merupakan faktor terpenting yang menyebabkan
jumlah pengangguran yang besar saat ini. Karena terbatasnya permintaan tenaga
kerja akibat sektor produksi tidak tumbuh tinggi maka banyak tenaga kerja
Indonesia yang menawarkan tenaganya keluar negeri seperti Malaysia.
Pelaku ekonomi juga sangat lambat dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi. Hal ini karena informasi yang terbatas dan asimetris. Misalnya petani di desa tidak tahu bahwa harga input atau produksi pertanian telah berobah. Ketidaktahuan ini biasanya menjadikan posisi petani sangat lemah dibandingkan dengan pedagang dan pengusaha besar lainnya.
Pelaku ekonomi juga sangat lambat dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi. Hal ini karena informasi yang terbatas dan asimetris. Misalnya petani di desa tidak tahu bahwa harga input atau produksi pertanian telah berobah. Ketidaktahuan ini biasanya menjadikan posisi petani sangat lemah dibandingkan dengan pedagang dan pengusaha besar lainnya.
3.
Pasar Barang
Perbedaan pasar barang menurut
Keynesian dengan klasik terletak pada Hukum Say bahwa permintaan sama dengan
penawaran sehingga tidak akan terjadi kelebihan atau kekurangan permintan atau
penawaran. Menurut Keynesian permintaan barang tidak selalu sama dengan
penawaran karena tidak semua income dibelanjakan tetapi sebagian dari
pendapatan tersebut akan disimpan dalam bentuk tabungan (saving). Tabungan
tidak menambah permintaan efektif terhadap barang dan jasa kalau tidak segera
diinvestasikan sehingga akan terjadi kelebihan stok barang atau kelebihan
produksi barang (penawaran). Apa akibat dari ketidakseimbangan permintaan
dengan penawaran ini terhadap perekonomian negara? Ada dua akibat yang akan
terjadi. Pertama, para produsen akan
mengurangi jumlah produksi mereka pada tahun atau periode berkutnya, artinya
output atau GDP akan berkurang pada tahun berikutnya. Bila output berkurang
maka dampaknya akan sangat serius terhadap variabel makro karena income,
lapangan pekerjaan, konsumsi, investasi dan seterusnya akan menurun. Kedua,
akbat dari turunnya GDP dan income maka harga-harga akan turun karena turunnya
permintaan akibat penurunan income. Apabila harga-harga (harga barang dan harga
tenaga kerja) tidak kaku tetapi fleksibel dan turun sebanding dengan penuruan
income, seperti yang diasumsikan oleh teori Klasik, maka keadaan down turn ini
tidak akan berlangsung lama karena harga yang turun akan kembali mendorong
naiknya permintaan (sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran). Naiknya
permintaan akan mendorong produsen kembali menggenjot produksi mereka dan
keadaan terpuruk akan segera terkoreksi kembali. Pabrik dan industri tidak akan
tutup sehingga para buruh tidak banyak yang kena PHK. Berbeda dengan teori
Klasik yang mengasumsikan harga-harga adalah fleksible, kenyataannya menurut
Keynes, harga-harga adalah tidak fleksible tetapi kaku (rigid), tidak mau
turun. Akibatnya permintaan akan turun dan produksi tidak akan naik sehingga
ekonomi akan terjebak pada resesi atau depresi.
Keadaan sebaliknya bisa juga terjadi
yaitu terjadinya kelebihan permintaan dan kekurangan produksi. Misalnya
produsen membuat perhitungan yang optimis dengan menambah investasi sehingga
permintaan aggregate naik (ingat investasi adalah komponen Aggregate Demand).
Bila kapasitas terpasang pabrik sudah penuh maka tidak akan terjadi peningkatan
produksi sehingga produksi berkurang dan sementara permintaan naik. Kenaikan
permintaan dan kekurangan produksi ini akan ditransmisikan kedalam inflasi.
4.
Pasar Uang
Perbedaan teori Klasik dan Keynesian
dalam hal uang adalah, dan ini yang merupakan perbedaan besar, Keynesian tidak
setuju dengan pendapat bahwa permintaan uang hanya ditentukan oleh kebutuhan
transaksi dimana transaksi ini dipengaruhi oleh volume barang, harga barang dan
kecepatan perputaran uang. Menurut Keynesian permintaan uang ditentukan oleh
tiga faktor yaitu:
a)
kebutuhan transaksi (transaction
motive)
b)
kebutuhan untuk berjaga-jaga
(precautionary motive) dan
c)
kebutuhan untuk berspekulasi
(speculation motive) atau investasi.
Untuk kebutuhan transaksi sama dengan
pendapat klasik dimana tergantung dengan volume barang, harga dan konstanta.
Tetapi untuk dua faktor lagi Keynesian berpendapat bahwa permintaan akan uang
juga ditentukan oleh faktor berjaga-jaga dan spekulasi.
Kebutuhan berjaga-jaga adalah suatu
kebutuhan untuk mengahadapi situasi yang tidak normal atau darurat, misalnya
sakit, kecelakaan atau ada kebutuhan mendadak yang memerlukan uang yang tidak
terduga sebelumnya. Jumah kebutuhan untuk jenis ini sama dengan kebutuhan
transaksi, yakni tergantung dengan income. Bila dilihat secara prinsip maka
kebutuhan jenis ini juga hampir sama dengan kebutuhan transaksi.
Faktor ketiga yang menentukan
permintaaan uang adalah spekulasi, berbeda secara significant dengan teori
klasik. Kebutuhan spekulasi adalah kebutuhan untuk mencari keuntungan dari
permaian resiko dan keberuntungan. Sama seperti teori klasik, menurut Keynes
uang tidak memberikan penghasilan apa-apa, misalnya dalam bentuk bunga,
sehingga rugi kalau disimpan dalam jumlah yang terlalu banyak. Pada waktu teori
ini dicetuskan oleh Keynes uang memang tidak memberikan keuntungan apa-apa
kecuali untuk mempermudah proses transaksi sehari-hari. Sebagai alternatif dari
memegang uang adalah membeli aset lain seperti obligasi (bonds) yang
dikeluarkan pemerintah, karena obligasi memberikan pendapatan berupa bunga.
Dalam perkembangannya sekarang uang telah bisa memberikan keuntungan dalam
bentuk bunga bila disimpan di bank, walaupun tidak diinvestasikan ke
usaha-usaha produktif tetapi bunganya sangat rendah diandingkan dengan deposito
atau investasi lainnya. Kalau uang disimpan di rumah maka tetap tidak akan
memberikan keuntungan sedikitpun. Tingkat keuntungan yang diperoleh dengan
menabung di bank memang relatif rendah dibandingkan dengan investasi atau usaha
produktif lainnya tetapi resiko menabung di bank juga rendah. Disamping itu
alternatif terhadap memegang uang sekarang bukan hanya obligasi tetapi sudah
terdapat berbagai jenis surat berharga yang dapat memberikan bunga yang sangat
kompetitif dibandingkan dengan bunga simpanan bank.
Faktor kebutuhan uang untuk spekulasi
merupakan perbedaan penting antara teori pasar uang klasik dan Keynesian.
Menurut teori Keynesian disamping untuk transaksi, uang diperlukan juga untuk
berjaga-jaga (berjaga-jaga hampir sama denga transaksi menurut versi teori
klasik) dan untuk berspekulasi. Dikatakan spekulasi karena ada tarik menarik
antara keperluan memegang uang dan memegang (membeli) aset yang lain selain
uang sebagai ganti memegang uang dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan.
Aset lain yang dimaksud disini adalah aset finansial seperti obligasi atau
surat-surat berharga lainnya. Sekarang ini kegiatan spekulasi ini dilakukan di
pasar uang dan pasar modal (bursa) seperti di Indonesia Stock Exchange.
C. Perkembangan Sistem Perekonomian Indonesia
1. Perkembangan Sistem
Ekonomi Sebelum Orde Baru
Sejak berdirinya negara Republik
Indonesia, banyak sudah tokoh-tokoh negara
pada saat itu telah merumuskan bentuk perekonomian yang tepat bagi
bangsa Indonesia, baik secara
individu maupun melalui
diskusi kelompok. Sebagai contoh, Bung Hatta sendiri, semasa hidupnya
mencetuskan ide, bahwa dasar perekonomian
Indonesia yang sesuai dengan
cita-cita tolong menolong adalah
koperasi (Moh. Hatta
dalam Sri-Edi Swasono,
1985), namun bukan berarti
semua kegiatan ekonomi harus dilakukan secara koperasi,
pemaksaan terhadap bentuk ini justru telah melanggar dasar ekonomi koperasi.
Demikian
juga dengan tokoh ekonomi Indonesia saat itu, Sumitro Djojohadikusumo, dalam
pidatonya di
negara Amerika ·tahun 1949, menegaskan
bahwa yang dicita-citakan adalah ekonomi
semacam campuran. Namun demikian dalam proses perkembangan berikutnya
disepakatilah suatu bentuk ekonomi baru yang dinarnakan sebagai Sitem Ekonomi
Pancasila yang didalamnya mengandung unsur penting yang disebut
Demokrasi Ekonorni.
Terlepas dari sejarah yang akan
menceritakan keadaan yang sesungguhnya pernah terjadi di Indonesia, maka
menurut UUD'45, sistem perekonomian tercermin dalam
pasal-pasal 23, 27, 33, dan 34. Demokrasi Ekonomi
dipilih, karena memiliki
ciri-ciri positif yang diantaranya
adalah ( Suroso, 1993 ) :
·
Perekonomian
disusun sebagai usaha
bersama berdasar
atas asas kekeluargaan.
·
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara.
·
Bumi, air,
dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya
dikua ai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besamya kemakmuran rakyat.
·
Sumber-sumber
kekayaan
dan keuangan negara
digunakan dengan permufakatan lembaga -lembaga
perwakilan rakyat, serta pengawasan terhadap kebijaksanaannya ada pada lembaga-lembaga perwakilan
pula.
·
Warga negara
memiliki kebebasan dalam
memilih pekerjaan yang dikehendaki
serta mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang layak
·
Hak milik perorangan diakui dan
pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan
masyarakat
·
Potensi, inisiatif
dan daya kreasi
setiap warga· negara dikembangkan
sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umull)
·
Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara
Dengan demikian di dalam perekonomian Indonesia tidak mengijinkan
adanya:
Free fiht liberalism, yakni adanya
kebebasan usaha yang tidak terkendali sehingga
memungkinkan terjadinya eksploitasi kaum ekonomi yang lemah, dengan akibat semakin
bertambah luasnya jurang
pemisah si kaya dan si miskin.
Etatisme, yakni keikutsertaan
pemerintah yang terlalu dominan sehingga mematikan motivasi
dan kreasi dari
masyarakat untuk berkembang
dan bersaing secara sehat.
Monopoli, suatu bentuk
pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok
tertentu, sehingga tidak memberikan pilihan lain pada konsumen untuk tidak mengikuti 'keinginan sang monopoli'.
Meskipun pada awal perkembangannya perekonomian
Indonesia menganut sistem ekonomi Pancasila, Ekonomi Demokrasi, dan mungkin
campuran, namun bukan berarti
sistern perekonomian liberalis dan etatise tidak pemah terjadi di
Indonesia. Awal tahun 1950-an sampai
dengan tahun 1957-an merupakan
bukti sejarah adanya corak liberalis dalam perekonomian Indonesia. Demikian juga
dengan sistem etatisme,
pernah juga mewarnai
corak perekonomian di tahun 1960-an sampai dengan masa orde baru.
Keadaan ekonomi Indonesia
antara tahun 1950
sampai dengan tahun
1965-an sebenarnya telah diisi dengan beberapa program dan rencana ekonomi pemerintah. Diantara
progran-program tersebut adalah :
·
Program Banteng
tahun .
1950, yang bertujuan
membantu pengusaha pribumi
·
Program I Sumitro Plan tahun 1951
·
Rencana Lima Tahun
Pertama, tahun 1955 -1960
·
Rencana Delapan Tahun
Namun demikian kesemua
program dan rencana tersebut tidak memberikan
hasil yang berarti bagi perekonomian Indonesia. Beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan adalah :
· Program-program tersebut disusun oleh tokoh-tokoh yang relatif bukan bidangnya, namun oleh tokoh politik,
dengan demikian keputusan.: keputusan
yang dibuat cenderung menitik beratkan pada masalah politik, dan bukannya masalah ekonomi. Hal
ini dapat dimengerti mengingat pada
masa-masa ini kepentingan politik tampak lebih dominan, seperti mengembalikan negara
Indonesia ke negara kesatuan, usaha mengembalikan
Irian Barat, menumpas pemberontakan di daerah-daerah,
dan masalah politik sejenisnya.
· Akibat lanjut dari keadaan di atas, dana negara yang seharusnya dialokasikan untuk kepentingan kegiatan
ekonomi, justru dialokasikan
untuk kepentingan politik dan perang.
·
Faktor berikutnya
adalah, terlalu pendeknya masa kerja setiap kabinet yang
dibentuk ( sistem parlementer saat itu
). Tercatat tidak kurang dari 13 kali kabinet berganti saat itu.
Akibatnya program-program dan rencana ekonomi
yang telah disusun masing-masing kabinet tidak dapat dijalankan dengan tuntas, kalau tidak ingin disebut tidak sempat berjalan.
·
Disamping itu program dan
rencana yang disusun kurang memperhatikan potensi
dan aspirasi dari berbagai . pihak. Disamping kutusan
individul pribadi, dan partai
lebih dominan dari pada kepentingan
pemerintah dan negara.
·
Adanya kecenderungan terpengaruh
untuk menggunakan sistem perekonomian yang tidak
sesuai dengan kondisi masyarakat Indoneisa
( liberalis, 1950 -1957 ) dan
etatisme ( 1958 -1965 )
Akibat yang ditimbulkan dari
sistem etatisme yang
pernah 'terjadi' di Indonesia pada periode tersebut dapat dilihat pada bukti-bukti berikut
:
·
Semakin rusaknya sarana-sarana
produksi dan komunikasi, yang membawa dampak menurunnya nilai eksport kita.
·
Hutang luar negeri yang justru
dipergunakan untuk proyek 'Mercu Suar'
·
Defisit anggaran
negara yang makin besar,
dan justru ditutup
dengan mencetak uang baru,
sehingga inflasi yang tinggi tidak dapat dicegah
kembali.
·
Keadaan tersebut masih
diperparanh dengan laju pertumbuhan penduduk ( 2,8 % ) yang lebih besar
dari laju pertumbuhan ekonomi saat itu, yakni sebesar 2,2 %.
2.
Perkembangan Sistem Ekonomi Setelah Orde Baru
Iklim
kebangsaan setelah Orde
Baru menunjukkan suatu
kondisi yang sangat mendukung untuk mulai dilaksanakannya sitem ekonomi yang sesungguhnya diinginkan rakyat Indonesia. Setelah melalui masa-masa penuh tantangan pada periode 1945 sampai
denga 1965, semua tokoh negara yang duduk dalam
pemerintahan sebagai wakil rakyat sepakat untuk kembali menempatkan sistem ekonomi kita pada nilai-nilai yang telah tersirat dalam UUD 1945. Dengan demikian sitem demokrasi ekonomi dan sistem ekonomi Pancasila
kembali satu-satunya acuan bagi pelaksanaan
semua kegiatan ekonomi selanjutnya.
Awal Orde Baru diwarnai dengan masa-masa rehabilitasi perbaikan, hampir di seluruh sektor kehidupan, tidak terkecuali sektor ekonomi. Rehabilitasi ini terutama ditujukan untuk :
·
Membersihkan segala aspek kehidupan dari sisa-sisa faham dan sistem perekonomian.
yang lama (liberal kapitalis dan etatisme komunis).
·
Menurunkan dan mengendalikan
laju inflasi yang saat itu sangat tinggi, yang
berakibat terhambatnya proses
penyembuhan dan peningkatan kegiatan ekonomi
secara umum.
Tercatat bahwa :
·
Tingkat inflasi tahun 1966
sebesar 650 %
·
Tingkat infalsi tahun 1967
sebesar 120 %
·
Tingkat infalsi tahun 1968 sebesar 85 %
·
Tingkat infalsi tahun 1969
sebesar 9,9 %
Dari data di
atas, menjadi jelas,
mengapa rencana pembangunan
lima tahun pertama (
REPELITA I ) baru dimulai pada tahun 1969
Setelah melihat pengalaman masa
lalu, dimana dalam sistem ekonomi liberal ternyata pengusaha pribumi kalah
bersaing dengan pengusaha nonpribumi dan sistem etatisme tidak memperbaiki
keadaan, maka dipilihlah sistem ekonomi campuran dalam kerangka sistem ekonomi
demokrasi pancasila. Ini merupakan praktek dari salahsatu teori Keynes tentang
campur tangan pemerintah dalam perekonomian secara terbatas. Jadi, dalam
kondisi-kondisi dan masalah-masalah tertentu, pasar tidak dibiarkan menentukan
sendiri. Misalnya dalam penentuan UMR dan perluasan kesempatan kerja. Ini
adalah awal era Keynes di Indonesia. Kebijakan-kebijakan pemerintah mulai
berkiblat pada teori-teori Keynesian.
Kebijakan ekonominya diarahkan pada
pembangunan di segala bidang, tercermin dalam 8 jalur pemerataan : kebutuhan
pokok, pendidikan dan kesehatan, pembagian pendapatan, kesempatan kerja,
kesempatan berusaha, partisipasi wanita dan generasi muda, penyebaran
pembangunan, dan peradilan. Semua itu dilakukan dengan pelaksanaan pola umum
pembangunan jangka panjang (25-30 tahun) secara periodik lima tahunan yang
disebut Pelita (Pembangunan lima tahun).
Hasilnya, pada tahun 1984 Indonesia
berhasil swasembada beras, penurunan angka kemiskinan, perbaikan indikator
kesejahteraan rakyat seperti angka partisipasi pendidikan dan penurunan angka
kematian bayi, dan industrialisasi yang meningkat pesat. Pemerintah juga
berhasil menggalakkan preventive checks untuk menekan jumlah kelahiran lewat KB
dan pengaturan usia minimum orang yang akan menikah.
Namun dampak negatifnya adalah kerusakan serta
pencemaran lingkungan hidup dan sumber-sumber daya alam, perbedaan ekonomi
antar daerah, antar golongan pekerjaan dan antar kelompok dalam masyarakat
terasa semakin tajam, serta penumpukan utang luar negeri. Disamping itu,
pembangunan menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang sarat korupsi, kolusi dan
nepotisme. Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi
kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang adil. Sehingga meskipun berhasil
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapi secara fundamental pembangunan nasional
sangat rapuh. Akibatnya, ketika terjadi krisis yang merupakan imbas dari
ekonomi global, Indonesia merasakan dampak yang paling buruk. Harga-harga
meningkat secara drastis, nilai tukar rupiah melemah dengan cepat, dan
menimbulkan berbagai kekacauan di segala bidang, terutama ekonomi.
3. Perkembangan Sistem
Ekonomi Setelah Reformasi
Masa Kepemimpinan
B. J. Habibie
Pemerintahan presiden BJ.Habibie yang mengawali masa
reformasi belum melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang
ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas
politik. Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan
yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada
berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara
lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja
BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden
terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata
masyarakat. Akibatnya, kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati.
Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri
Masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah
pemulihan ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk
mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain:
a)
Meminta penundaan pembayaran
utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan
pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
b)
Kebijakan privatisasi BUMN.
Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan
tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik
dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan
ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi,
karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing. Di masa ini juga
direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada
gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi
membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia,
dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.
Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono
Kebijakan kontroversial pertama presiden Yudhoyono
adalah mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM.
Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran
subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta
bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan
kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat
miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya
menimbulkan berbagai masalah sosial.
Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan
perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki
iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure
Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan
kepala-kepala daerah.
Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk
menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang
selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor
asing, yang salahsatunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika
semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja
juga akan bertambah.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi
seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka
diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan
kebijakan dalam negri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negeri
kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara
penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari
35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret
2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran
kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka
menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas pada
turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga
menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena
inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya
mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negeri
masih kurang kondusif.
IV.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Perbandingan antara Teori Ekonomi Klasik dan Keynesian
Teori Klasik
|
Teori
Keynesian
|
1.
Pada Pasar Barang
·
Tidak mungkin ada
kelebihan/kekurangan produksi
·
Produksi total masyarakat =
kebutuhan total masyarakat (full employment level of activity)
·
Landasan berpikirnya:
a.
Hukum Say: supply creates its
own demand
b.
Harga umum fleksibel
·
Setiap proses produksi mempunyai dua akibat:
a.
Menghasilkan output
b.
Memberikan penghasilan
·
Semua penghasilannya
dibelanjakan di pasar barang
·
Tidak perlu campur tangan
pemerintah
|
1.
Pada Pasar Barang
·
Dapat terjadi
kelebihan/kekurangan produksi
·
Tidak selalu mencapai full
employment
·
Landasan berpikirnya:
a.
Tidak menerima hukum Say
b.
Harga umum rigid
·
Sama dengan pendapat klasik
·
Tidak semua penghasilan
dibelanjakan, ada sebagian yang ditabung
·
Perlu campur tangan
pemerintah
|
2.
Pada Pasar Uang
· Menganut prinsip teori kuantitas uang: uang hanya untuk transaksi.
· Penawaran uang ditentukan oleh pemerintah
· Keseimbangan dalam pasar uang : MS = MD =
kPQ
|
2.
Pada Pasar Uang
·
Terdapat tiga motif memegang
uang: (1) untuk transaksi; (2) jaga-jaga; (3) spekulasi.
·
Penawaran uang ditentukan
oleh pemerintah
·
Keseimbangannya: MS=MD=[kQ+θr]P
|
3.
Di Pasar Tenaga Kerja
· Tingkat upah fleksibel
· Selalu full employment
· Tidak perlu campur tangan pemerintah dalam mengatasi pengangguran
|
3.
Di Pasar Tenaga Kerja
· Tingkat upah rigid
· Tidak selalu full employment
· Perlu campur tangan pemerintah dalam mengatasi pengangguran
|
2.
Dari uraian diatas,
setidaknya dapat ditarik 4 (empat) hal yang fundamental, Pertama,
: bahwa teori maupun sistem ekonomi yang dirancang oleh para ahli dimaksudkan
untuk mengatasi krisis atau masalah, dengan perkataan lain suatu teori akan
bermanfaat pada situasi, kondisi dan masalah tertentu. Dari berbagai pengalaman
masa lalu terbukti bahwa tidak ada satu teori ekonomi yang dapat menjadi
standard atau obat untuk menjawab semua permasalahan ekonomi. Kedua,
Teori maupun sistem ekonomi harus bersifat nasionalistik, yang tujuannya
melindungi negara dan masyarakatnya sendiri termasuk industri dalam negeri,
produk dalam negeri dan tenaga kerja. Ketiga : bahwa kebijakan
ekonomi yang diambil harus berorientasi pada welfare (kesejahteraan) dan sosial
bangsa secara menyeluruh . Keempat : bahwa sesungguhnya teori
ekonomi yang pernah ada didunia sebenarnya sarat dengan nilai moral yang dianut
suatu bangsa.
B. Saran
Prinsip utama dalam mazhab klasik
adalah kepentingan pribadi (self
interest) dan semangat individualisme (laissez
faire), dimana berdasarkan prinsip tersebut para penganut mazhab klasik
percaya bahwa sistem ekonomi liberal atau sistem di mana setiap orang
betul-betul bebas untuk melakukan kegiatan ekonomi apa saja bisa mencapai
kesejahteraan masyarakat secara otomatis. Menurut sejarah teori ekonomi ini tidak
berhasil diterapkan di Indonesia karena kondisi sosial dan kultural masyarakat
Indonesia.
Teori ekonomi Keynesian menghendaki pemerintah
melakukan lebih banyak campur tangan secara aktif dalam mengendalikan
perekonomian nasional yang diterapkan setelah era Orde Baru membawa dampak
buruk pembangunan yaitu konglomerasi dan bisnis yang sarat korupsi, kolusi dan
nepotisme. Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi
kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang adil. Sehingga meskipun berhasil
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapi secara fundamental pembangunan nasional
sangat rapuh.
Untuk mengatasi permasalah
perekonomian indonesia, teori ekonomi yang digunakan adalah nilai-nilai moral
bangsa dan identitas bangsa Indonesia menjadi pijakan sistem ekonomi kita, dan saatnya
bagi para ekonom ataupun yang menganggap dirinya ekonom merubah paradigma dan
filosofi teori ekonomi yang dianut dapat menerapkan sistem ekonomi yang berdasarkan
karakteristik dan identitas bangsa Indonesia. Toh dari berbagai pengalaman
bangsa-bangsa besar, pembangunan ekonomi akan terus berlanjut tanpa harus
menjual negara dan bangsanya.